Sabtu, 30 November 2019

Misi Ahok, Komut Pertamina


Mafia Migas.
Dulu era Soeharto ketika kita masih surplus minyak. Produksi dan konsumsi lebih besar produksi, ekspor Minyak jadi primadona. Lantas gimana mengontrol ekspor tersebut ? Pak Harto menyetujui dibentuk Agent yang punya hak monopoli perdagangan Minyak. Maka dibentuklah Petral. Petral ini perusahaan terdaftar di Singapore. Pemegang sahamnya adalah 40 persen PT Pertamina (Persero), 20 persen Bob Hasan, 20 persen Tommy Soeharto, dan 20 persen sisanya yayasan karyawan Pertamina. Namun dibalik Petral ada operator yang bertindak sebagai trader, yaitu group Bimantara, dimana pemiliknya adalah Bambang Tri ( putra Soeharto). Namun pengelolaannya dipegang oleh Rosana Barack.

Sebetulnya tujuan Ideal Petral ini adalah menjamin pemasukan devisa negara dan sekaligus penjamin pasokan BBM dalam negeri. Jadi bisnis Petral itu tak lebih bisnis monopoli atas Minyak kita. Dari monopoli inilah semua pihak mendapatkan komisi secara legal. Setelah reformasi, tahun 2000, susunan Pemegang saham Petral berubah. Semua keluarga cendana dan kroni keluar. 99,9% saham Petral dikuasai oleh Pertamina. Apakah ini akhir dari bisnis rente? tidak. Petral benar dikuasai Pertamina. Tetapi operator tetaplah swasta sebagai trader. Memang ada banyak trader yang terdaftar, namun dalam lelang, yang menang itu itu saja. Ya segelintir itu saja. Siapa ?

Dia adalah Murez. Dia sebetulnya pendatang baru dalam bisnis minyak ketika itu. Dia tadinya hanya sebagai broker jasa kapal tanker yang punya bisnis dengan Bimantara melalui Rosana Barack, tangan kanan Bambang Tri. Rosana Barack punya adik ipar namanya Surya Paloh (SP). Dengan dukungan kekuatan financial dari Rosano Barack inilah Murez bisa mengontrol setiap tender Petral dan menjadi pemenang. Itu sebabnya hubungan Murez degan SP sangat dekat. Maklum Murez sebetulnya menjalankan uang dan akses Rosano Barach, yang notabene adalah kakak ipar SP.

Dan lagi akses Murez ke pemerintah berkat hubungan dekat SP dengan Purnomo Yusgiantoro, yang ketika era Soeharto staff Menteri Pertambangan energi, Ida Bagus Sudjana dan kemudian staff SBY sebagai Mentaben era Gus Dur. Era SBY sebagai presiden, Purnomo Yusgiantoro jadi Mentaben, bisnis Murez di Petral semakin lancar. Maklum teman lama yang jadi Mentaben. Apalagi hubungan Murez dengan Hatta Rajasa, orang kepercayaan SBY sangat dekat.

Kehebatan business connection ini adalah menjadikan Petral hanya sebagai alat saja. Yang mengatur semua adalah Holding Company, Global Energy Resources, yang membawahi 5 perusahaan. Gainsford Capital Limited , dimana Jhone Plate tangan kanan SP sebagai salah satu direktur bersama dengan Murez. Group inilah yang mengatur pengadaan minyak dari mulai riset pasar, tender, pengaturan pemenang tender, pengaturan harga termasuk titipan yang menjadi bagian bagi para anggota DPR, pejabat Pertamina, SKK Migas , anggota kabinet, elite partai.

Era Jokowi, Petral dibubarkan. Sebetulnya rencana pembubaran ini tidak diduga oleh SP dan Murez. Ternyata Jokowi serius. Itu sebabnya SP berusaha memasukan skema baru malalui Sociedade Nacional de Combustiveis de Angola EP (Sonangol EP) sebagai supply oil underkater. Dimana boss Sonangol EP adalah sahabat SP sejak lama. Tapi kandas. Malah Jokowi melangkah lebih jauh dengan melaporkan ke KPK kasus Petral ini. Tetapi entah mengapa proses pengusutan mega skandal ini sangat lambat. Sampai kini hanya menjangkau Menaging Director Petral. Mastermind nya tidak tersentuh.

Lantas apa kerugian negara dengan adanya petral. Dampak yang terasa merugikan adalah 20 tahun terakhir ini tidak ada satupun pembangunan kilang baru di Indonesia. Sementara kilang yang ada jumlahnya sangat terbatas dan masih menggunakan teknologi lama. Misal, Pertamina memiliki 7 kilang, tapi yang bisa beroperasi hanya 5. Dari yang beroperasi, hanya ada satu yang menggunakan teknologi baru, yakni Balongan, Empat kilang lainnya masih menggunakan teknologi lama. Akibatnya kita semakin tergantung impor BBM. Kalau dihitung secara materi mungkin jumlah triliun kerugian negara.

Bukan itu saja. Dampak buruk lainnya adalah cadangan minyak di tangki penyimpanan Pertamina hanya bisa mencukupi 18 hari konsumsi, padahal 10 tahun yang lalu masih bisa 30 hari. Inventory days yang pendek ini membuka peluang bagi trader untuk bisa menekan Pertamina untuk membeli dengan harga yang mereka mau, atau BBM akan langka. Dampaknya bisa chaos ekonomi.

Ini sejenis mind corruption yan di create secara sengaja oleh pelaku white collar crime. Karena sebagian besar terlaksana berkat aturan yang dibuat pemerintah dan DPR dan operasinya menggunakan perusahaan cangkang, yang tidak mudah melacak perpindahan uangnya dan transaksinya. Petral adalah icon dari mega skandal tentang betapa brengseknya oligarki bisnis mengendalikan sumber daya negara dan menjarahnya secara legal berkat konspirasi politik. Aktor itu sampai sekarang masih ada dan bagian dari elite politik negeri ini.

***
Kisah konspirasi yang gagal.
Tahun 2006 saya sempat bertemu dengan dia untuk urusan bisnis pengambil alihan ladang minyak di Libia. Saya tidak mengenal dekat dia. Saya mengenalnya dari sahabat saya, yang juga konglomerat di Indonesia. Kemudian, saya berusaha mencari tahu profile dia. Bisnisnya bergerak di bidang oil and gas. Juga dia punya lembaga keuangan khusus pembiayaan infrastruktur. Dia lahir di China, namun masa kecilnya di Hong Kong. Walau dia warga negara China, namun dia punya passport negara di Afrika. Koneksi internationalnya luas sekali. Hampir semua presiden negara berkembang dia kenal baik. “ Lobynya memang luar biasa” kata teman saya.

Salah seorang pejabat China yang saya kenal di Beijing, menyarankan agar saya tidak berhubungan dengan dia. Saya percaya. Dan lagi kebetulan relasi saya yang tinggal di London , keluarga Kerajaan Arab mau menjadi investor saya melalui skema hedge fund dengan underlying akuisisi blok minyak di Libia itu. Sejak itu saya tidak pernah lagi bertemu dengan dia.

Tahun 2010 saya bertemu lagi dengan dia pada acara wine party di konsulat Jepang , Hong Kong. Dia memeluk saya dengan ramah. Hebatnya dia tidak pernah lupa nama saya. Sepertinya antara saya dan dia saling mengesankan diri. Walau kami hanya sekali bertemu, kami tetap saling mengenal. Saat itu dia perkenalkan beberapa pengusaha asal Indonesia kepada saya. Kebetulan saya sudah mengenal nama mereka. Hanya saja tidak pernah saling berhubungan dalam bisnis. Saya memang engga berminat berbisnis yang dekat dengan penguasa. “ Kapan kita minun teh lagi ? katanya. Saya hanya mengangguk dan tersenyum.

Tahun 2012 saya bertemu lagi dengan dia pada waktu makan siang di Singapore. Kembali pertemua itu tidak direncanakan pada tempat yang tak terterduga di sebuah resto high class. Dia tetap ramah kepada saya. Saya berdiri dari tempat duduk saya. Seperti biasa saya membungkukan setengah tubuh saya kepada dia. Sebagai ujud rasa hormat saya kepadanya yang lebih tua 5 tahun dari saya. Dia menepuk bahu saya. “ Sehat selalu ya, Mr. B. Silahkan teruskan..” katanya mempersilahkan saya melanjutkan makan malam dengan relasi saya.

Di penghujung tahun 2012, bulan desember. Saya stuck di Beijing selama 25 hari. Tidak bisa pulang ke Jakarta untuk tahun baru. Karena ada masalah yang harus saya selesaikan sebelum berakhir bulan. Saya diundang oleh sahabat saya Chairman lembaga keuangan makan malam di Panninsula Beijing. Kami bicara santai. Saat itu sahabat saya bercerita soal temannya yang punya koneksi kuat dengan partai di Indonesia. Yang katanya sedang mempersiapkan suksesi kekuasaan paska SBY. Saya hanya jadi pendengar yang baik. Tetapi yang membuat saya terkejut sahabat saya itu menyebut nama seseorang yang tak asing bagi saya. Dia yang kali pertama bertemu tahun 2006.

Sahabat saya itu bercerita skema hedge fund berskala gigantik sedang dirancang oleh temannya itu. Tapi, untuk bisa sukses bisnis itu, mereka akan berjuang menjadikan calon presiden agar terpilih dalam pemilu di Indonesia. Memangnya bisnis apa ? tanya saya. Trade financing untuk kepentingan export dan import, oil dan gas. Namun sebetulnya bisnis itu mengontrol sumber daya oil and gas dan sekaligus sebagai media fee yang legal bagi para politisi di Indonesia. Hebat kan. Saya menggeleng gelengkan kepala. Saya katakan bahwa arus perubahan sedang terjadi di Indonesia. Walau senyap, namun kelas menengah indonesia sudah muak dengan bisnis rente. Sahabat saya hanya tersenyum.

Tahun 2014 Jokowi terpilih sebagai presiden. Publik ribut karena Petral dibubarkan, namun akan menujuk perusahaan asing yang bermitra dengan salah satu pimpinan partai pendukung Jokowi. Perusahaan itu akan dapat long term contract untuk eksport dan import. Ini sama saja mengganti baju Petral, yang sejatinya tidak ada perubahan. Tahun 2014 saya bertemu dengan pejabat bank di Shanghai. Dia berharap Jokowi berhati hati dengan proposal yang disampaikan oleh salah satu konglomerat Minyak asal China. Walau mungkin MOU ditanda tangani nanti, sebaiknya tidak perlu dilanjutkan.

Untunglah Jokowi cepat menyadari bahaya mengancam dari sang srigala. Jokowi tetap bersikeras tidak memberikan fasilitas long term contract untuk menggantikan Petral. Skema pengadaan BBM menerapkan Integrated Supply Chain (ISC) yaitu melalui lelang terbuka. Saya lega. Namun hubungan Jokowi dan Elite partai yang bermitra dengan konglomerat asal China tetap baik, atau mungkin dia tetap berharap suatu saat Jokowi lemah. Bulan Mei 2015, Jokowi hadir meresmikan peletakan batu pertama proyek Gedung Indonesia 1, yang akan jadi gedung tertinggi di Jakarta.

Namun lima bulan setelah itu ketika dia sedang dalam perjalanan dari China ke Pyong yang, pesawatnya dicegat di udara oleh pesawat jet tempur China. Pesawatnya dipaksa mendarat di Beijing. Tepat tanggal 8 oktober 2015 dia resmi ditangkap karena kasus korupsi dan penggelapan, pencucian uang, yang melibatkan elite partai Komunis China dan direktur BUMN China. Berakhir lah petualangannya.

Sebetulnya tidak ada yang tahu apa sebetulnya bisnis dia. Dia tidak terdaftar sebagai pemegang saham atau direktur dari setiap perusahaan. Tapi dia berkuasa penuh terhadap perusahaan perusahaan itu dan dipercaya mewakili perusahaan dalam pertemuan dengan presiden, syekh, dan konglomerat. Dia seperti Ghost. Walau dia di penjara namun pengadilan China tidak menghukum mati dia. Dan kini saya membaca gelagat elite partai di Indonesia yang sangat dekat dengan dia sedang mempersiapkan capres pengganti Jokowi di tahun 2024. Karena orangnya gagal menempati pos mengontrol MIGAS dan Minerba. Saya tidak tahu apakan pengganti itu, Elite partai itu sendiri atau hanya menjadi king maker untuk seorang Abas. Entahlah. Semoga Indonesia baik baik saja.

Penunjukan Ahok sebagai Komut
Kenapa Pak Basuki di Pertamina apalagi didampingi Pak Wamen juga, kata Eric, saya rasa bagian terpenting bagaimana target-target Pertamina, bagaimana mengurangi impor migas harus tercapai ya, caranya adalah genjot bangun kilang. Sosok Ahok sebagai 'pendobrak' diharapkan bisa memecahkan masalah tersebut. Mengapa perlu pendobrak? Karena tugas membangun kilang itu engga sulit. Gampang seperti membalik telapak tangan. Caranya sederhana saja, yaitu melalaui skema KPBU. Artinya swasta bersama Pertamina membangun kilang. Pemerintah menjamin pembelian atas semua hasil produksi ( off taker market ). Pembeliannya menggunakan rupiah, bukan dollar. Jadi kita hemat devisa. Setelah 30 tahun kilang itu menjadi milik negara.

Dengan skema itu tidak ada investor yang tidak tertarik. Terutama para produsen minyak pasti minat. Kerena mereka berharap market off taker untuk menjamin likuiditas bisnis nya. Jadi apanya yang sulit? Sehingga perlu sosok Ahok sang pendobrak? Untuk jelasnya saya gambarkan secara singkat .

Negeri ini berpuluh tahun dibiarkan tergantung impor BBM karenanya kapasitas kilang BBM tidak pernah ditambah. Bayangkanlah dengan kapasitas kilang yang dimiliki hanya 800 ribu barrel, sementara kebutuhan BBM mencapai 1,4 juta barrel, lalu yang 600 ribu barrel dari mana?. Solusinya impor ! Siapa yang diuntungkan ? Perhatikan tataniaganya. Tadinya, Petral yang merupakan anak usaha Pertamina mendapat monopoli pelaksana impor dan perannya lebih strategis dibandingkan Pertamina. Petral mengontrol 60% impor BBM. Artinya Petral mengelola 60% pengeluaran Pertamina dan juga subsidi.

Petral yang duduk manis di Singapura, tidak punya aset tetapi mengendalikan 60% operasional Pertamina. Semua tahu dibalik Petral adalah para “ pemain” yang dekat dengan elit poltik. Mari berhitung di tahun 2012 (saat harga minyak mentah dunia kisaran US$ 100), jika kebutuhan impor 400 ribu barrel/day x BBM impor rata2 US$ 140 x 365 hari x Rp 12.000 = Rp 245 triliun. Ya duduk dibelakang meja proyek senilai Rp 245 triliun datang menghampiri. Itulah sosok Petral yang begitu menggerogoti Pertamina dan tidak memberikan kontribusi yang berarti. Jika impor 400.000 BBM/day x 365 day = 246.000.000 barrel, yang setara dengan 39,3 miliar liter. Setara dengan 39,3 miliar liter x 0,76 = 29,3 miliar kg atau 29,3 juta ton. Jika diangkut dengan kapal berukuran 50.000 DWT, membutuhkan 599 kapal.

Petral memang sudah bubar. Tetapi sistem dan Tataniaga tidak berubah secara signifikan. Lalu siapa yang menikmati tataniaga ini ? Ya bisnis pelayaran, bisnis asuransi, bisnis jasa freight forwarding, LC perbankan dan lainnya. Jadi multiplier effect dinikmati oleh trader yang umumnya menggunakan kapal asing, asuransi asing, LC bank asing dan lainnya. Misal tarif LC 0,125% maka dengan impor senilai Rp 245 triliun maka perbankan akan menikmati jasa sebesar Rp 30,75 miliar.

Jika tahun 2025 nanti konsumsi BBM Indonesia bertambah menjadi sekitar 2,2 juta barrel dan kalau kapasitas kilang Pertamina tidak bertambah tetap 800 ribu barrel (tambah tua, tambah sering rusak, waktu operasi makin berkurang bisa produksi 700 ribu barrel di tahun 2025 sudah bagus). Maka Indonesia butuh 1,4 juta barrel BBM. Singapura yang awalnya harus ekspor jauh-jauh agar kelebihan 1,25 juta barrel terserap (Indonesia 400 ribu dan 825 ribu negara lain), maka 100% bisa diekspor ke Indonesia. Makin makmur Singapura. Dan Indonesia makin sengsara karena impor minyak harus pakai Dollar

Kilang minyak paling baru terakhir dibangun tahun 1994 atau dibangun jaman Presiden Soeharto atau 23 tahun yang lalu. Presiden sudah berganti 5 kali dari Habibie sampai Sby, Menteri BUMN sudah berganti berkali-kali, Dirut Pertamina sudah berganti berkali-kali tapi kilang minyak tidak bertambah. Indonesia makin banyak impor BBM.

Mengapa Indonesia tidak bangun kilang minyak? Selalu alasannya tidak punya uang, jualan BBM rugi, IRR hanya 8%, resiko besar dan lainnya. Lebih enak impor, makanya sering diberitakan ada lingkaran istana, lingkaran menteri, lingkaran direksi Pertamina yang terlibat impor. Bahkan ada eks Direktur Pertamina Suroso Atmomartoyo yang dipenjara karena korupsi impor minyak. Pada waktu bersamaan yang senang tiada kepalang adalah Singapura, negeri kecil yang tidak punyak minyak, tapi punya kilang minyak dengan kapasitas sekitar 1,4 juta barel dengan konsumsi dalam negeri Singapura hanya 150 ribu barrel, artinya Singapura memang mengandalkan jual ke Indonesia.

Nah dengan terpilihnya Ahok sebagai Komut Pertamina dengan tugas utama genjot bangun kilang minyak, tak lebih mendobrak segala hambatan pembangunan kilang. Hambatan teknis tidak ada. Yang ada adalah hambatan politik yang dikendalikan oleh oligarki bisnis Migas. Singkatnya, secara politik Indonesia dipaksa jadi importir dan menguntungkan para mafia rente. Dan itulah lawan Ahok! Jangan takut! Rakyat bersama anda pak BTP. Maju terus. Pastikan dua tahun lagi pak Jokowi bisa resmikan kilang baru.. dan tahun 2024 kita sudah mandiri dari segi BBM.

***
Kemarin teman WA saya dari Jakarta, “ Bro, Ahok jadi Komut, bukannya jadi dirut. Itu sama saja bohong. Komut kan hanya pajangan. Datang sebulan sekali dan dapat gaji. “ demikian pesannya. Saya ingin clarifikasi soal Komut ini dalam aspek legal dan kebiasaan dalam bisnis. Kalau Komut pada perusahaan TBK memang kekuasaan Komut diatur ketat dan kekuasaan dirut lebih dominan. Karena kepercayaan investor atau pemegang saham lebih kepada dewan direksi. Tugas Komut hanya melaksanakan fungsi pengawasan sesuai standar kepatuhan yang harus ditaati oleh dewan direksi dalam melaksanakan fungsi management dan merealisasikan program perusahaan. Karena perusahaan Tbk itu juga diawasi oleh OJK, maka peran Komut tidak begitu signifikan dalam pengawasan. Dan pasti tidak bisa leluasa terhadap direksi.

Dalam hal Pertamina, status perusahaan masih tertutup. Belum terdaftar di bursa. Jadi peran Komut sangat menentukan sekali. Boleh dikatakan Komut itu disamping sebagai pengawas, dia juga ultimate boss. Ingat engga kasus Karen yang kena tuntutan 8 tahun. Itu hanya karena dia tidak mematuhi perintah Komut dalam melakukan kebijakan investasi. Menurut saya dengan penempatan Ahok sebagai Komut itu sudah by design oleh Jokowi, yang ingin Ahok melaksanakan Visi dan misi Jokowi dibidang Migas.

“ Pak Ahok, focus aja kepada tiga hal. Pertama pastikan kilang dibangun agar kita mandiri soal BBM. Kedua, Pastikan pertamina menguasai semua blok migas yang sudah habis masa kontraknya. Ketiga, Pastikan dalam skema gross Split pertamina bisa mengawal share pemerintah.” Demikian kira kira amanah yang disampaikan oleh Jokowi kepada Ahok. Dengan ketiga amanah itu maka secara tidak langsung pertamina digaris depan perang dengan Mafia migas. Soal ini Ahok jagonya. Dia sangat paham dasar hukum asset negara dan tahu bagaimana memanfaatkannya secara optimal. Tentu dengan itu dia punya cara jenial membuat mafia migas mati kutu. Karena dia tulus. Jokowi sangat percaya soal ketulusan Ahok untuk negara.

Ahok secara hukum tidak membuat keputusan operasional, tapi dia menentukan semua kebijakan strategis pertamina. Sesuai hukum perseroan , semua rencana jangka menengah dan panjang harus persetujuannya. Termasuk rencana kerja tahunan harus persetujuannya. Dari sana dia bisa memaksa direksi pertamina focus terhadap amanahnya. Dia juga berhak menunjuk auditor independen tanpa harus mengikuti auditor internal pertamina. Kalau menemukan kecurangan dan melanggar Good governance, dia berhak lapor ke KPK atau kejaksaan, dan sekaligus memecat direksi waktu belum terbukti secara hukum ada pelanggaran.

Nah agar fungsi Ahok optimal melaksanakan amanah Jokowi sebagai wakil pemegang saham pertamina, Ahok punya wakil, yaitu Budi Gunadi, sosok rendah hati dan jenius dalam rekayasa pembiayaan untuk bisnis tambang. Saya meliat design ini bukan dari Eric tetapi dari Jokowi, yang berharap Ahok tidak perlu banyak bicara. Sehingga terhindar dari polemik politik. Budi Gunadi sangat mampu melaksanakan apa maunya Ahok dalam berhadapan dengan direksi pertamina. Karena Budi Gunadi sangat ahli soal teknis tambang termasuk pembiayaannya. Maka dengan dua figur di dewan komisaris pertamina, Ahok yang keras dan tegas. Budi yang tegas dan cerdas merupakan perpaduan yang kokoh untuk menghadapi para mafia migas. Selamat bertugas Koh Ahok. Doa kami menyertai selalu.

***
Anggota DPR dan ormas bersuara atas rencana Pemerintah akan menunjuk Ahok sebagai pejabat BUMN. Alasan mereka bahwa Ahok mantan terpidana kasus penodaan agama. Dan masih ada kasus korupsi, reklamasi, Pembelian lahan di Cengkareng dan Sumber Waras. Ini memang sengaja ditiupkan lagi sebagai alasan menjegal Ahok berkiprah lagi. Saya akan clarifikasi semua itu, tanpa ada maksud membela berlebihan Ahok. Saya berusaha objektif. Karena ini menyangkut kasus hukum. Tentu dasarnya pendapat aparat hukum yang berwenang. Semoga bisa dipahami.

Kasus Reklamasi.
Kebijakan Ahok terhadap reklamasi itu sesuai dengan design membangun pulau untuk hunian. Itu sudah ada sejak kepres tahun 1995 dan tetap eksis sampai sekarang. Pembatalan izin reklamasi era Anies, kepada perusahaan pemegang izin, karena perusahaan tidak pernah mengerjakan proyek itu sejak mereka mendapat izin. Bagi perusahaan yang sudah melaksanakan izin itu seperti Pulau G, dan lainnya tidak dicabut izinnya. Bahkan izin IMB dan HGB dikeluarkan oleh Anies dasarnya Pergub era Ahok. Hanya karena Raperda zonasi dibatalkan oleh DPRD pengesahannya maka program reklamasi untuk tanggul raksasa terhenti. Itu memang hak Anies sebagai Gubernur. Itu pilihan dia. Mungkin dia punya cara smart mengatasi jakarta tenggelam tanpa harus buat tanggul.

Kasus Sumberwaras.
Dulu pernah Ahok dipanggil ke KPK untuk diperiksa berkaitan dengan kasus pembelian tanah sumber waras. Semua lawan politiknya berharap Ahok keluar dari gedung KPK menggunakan rompi orange. Tetapi Ahok keluar dengan tersenyum dan tetap menggunakan baju batiknya. Yang membencinya kecewa dan tetap tidak terima walau KPK dengan jelas mengatakan bahwa tidak ada bukti hukum untuk menjerat Ahok dalam kasus tanah sumber waras.

Dalam kasus hukum, penyidik bisa saja menduga seseorang melakukan kejahatan walau belum ada bukti asalkan motif nya kuat. Dalam kasus Ahok, motif pun tidak ada. Jadi apanya yang mau disidik?. Data PPATK tidak ada bukti dana pembelian tanah sumber waras itu mengarah langsung atau tidak langsung ke Ahok.

Pembelian lahan di Cengkareng.
Tanah cengkareng itu timbul masalah karena temuan BPK. Itu opini BPK, bahwa tanah cengkareng itu milik DKI sejak tahun 1967. Tapi fakta nya ada warga yang mengakui itu tanahnya, Dia punya sertifikat. BPN sebagai pihak yang berwenang tidak mengatakan bahwa mana pemilik yang asli. Apakah warga atau DKI. Karena dua duanya merasa berhak dan punya bukti atas kepemilikan lahan itu. Makanya Ahok bawa kasusnya ke Polisi sebagai laporan pemalsuan sertifikat. Warga pemilik mengajukan gugatan ke pengadilan. Perang atas hak berlangsung.

Apa hasilnya ?
Polisi tidak menemukan bukti terjadi tindak pidana pemalsuan sertifikat. KPK juga melakukan penyelidikan. Hasilnya sama. Tidak ada tindak pidana korupsi atas pembelian lahan itu. Kemudian, keputusan MA tahun 2019 yang bersifat tetap memutuskan DKI menang atas gugatan tanah cengkareng itu. Tetapi dalam amar putusan MA, tidak ada kewajiban dari penjual lahan untuk mengembalikan uang ke DKI. Artinya apa? ya sama saja dengan awal. Pemda DKI beli lahan dan itu sudah sesuai dengan prosedur hukum. Keputusan MA hanya melegitimasi transaksi jual beli tanah itu sudah final. DKI dapat tanah, dan penjual dapat uang.

Kasus penodaan agama.
Fakta persidangan membuktikan semua tuduhan kepada Ahok tidak sesuai dengan Hukum Acara Pidana. Saksi pelapor tidak melihat sendiri Ahok bicara. Hanya patokannya pada video editan, dan Youtube. Kejadian itu sudah lama, dan baru dilaporkan setela viral di sosial media. Pihak yang memviralkan sudah dikenakan pidana. Saksi MUI juga membenarkan bahwa surat pernyataan sikap MUI yang di tanda tangani ketua MUI, tidak dibuat berdasarkan investigasi langsung di lapangan. Hanya berdasarkan laporan saja. Kasus ini lebih kepolitik menjelang Pilgub DKI. Ahok menolak untuk PK demi keutuhan bangsa.

Ahok tidak melakukan pidana berat, dia hanya dikenakan hukuman pidana ringan. Kalau mengacu kepada UU No 19/2003 tentang BUMN, Ahok bisa-bisa saja kok menjadi bos di perusahaan negara. Sebab di pasal 45 ayat (1), larangan bagi seseorang untuk menjadi calon direksi BUMN adalah pernah melakukan tindak pidana yang merugikan negara. Ahok dipidana bukan karena merugikan negara tetapi karena delik aduan orang perorang. Ahok tidak melawan dan merugikan negara, dan tidak melakukan perbuatan asusila. Paham ya sayang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Ekonomi kita " agak laen"

  SMI mengatakan ekonomi kita agak laen. Karena banyak negara maju pertumbuhannya rendah, bahkan seperti Jepang dan Inggris masuk jurang res...