Jumat, 19 April 2019

Bisnis Sandi.



Tadi siang saya diantar istri meeting dengan teman yang berkarir di perusahaan Asset Management. Kami berdiskusi panjang lebar. Dalam kesempatan itu saya bertanya soal prospek saham Saratoga dimana Sandi sebagai pemegang saham. Saratoga adalah holding company yang mengelola portfolio investasi dibeberapa anak perusahaan. Menurut dia, Sandi bukan pemegang saham mayoritas. Sandi hanya pegang saham 5%. Itupun sekarang sudah berkurang karena dia jual untuk biaya kampanye. Dia mendapatkan saham itu karena profesionalitasnya sebagai Proxy ultimate owner. Siapa itu ultimate owner? Dengan berbisik dia mengatakan kepada saya. Saya udah bisa tebak. Karena itu bukan rahasia umum kok dikalangan pengusaha.

Kalau membaca laporang keuangan Saratoga, kita bisa tahu bahwa tahun 2018 Saratoga mencatat rugi mencapai Rp6,2 T. Mengapa sampai rugi sebesar itu ? itu karena holding company tidak cepat mengantisipasi perubahan iklmi bisnis.  Kalau kita perhatikan, tingkat kerugian terbesar ada diperusahaan yang memang mengelola rente. Seperti  penguasaan porfolio saham di Adaro Energy yang nilai wajarnya mencapai Rp. 5,92 Triliun. Nilai itu kini drop hampir 50% atau 34,45% tepatnya. Penyebabnya harga batu bara yang jatuh dan adanya aturan dari pemerintah tentang Domestic Market Obligation. Seharusnya dari 4 tahun lalu Adaro menyesuaikan diri dengan program pemerintah, yaitu pembangunan pembangkit listri di mulut tambang. 

Ada juga portofolio pada PT Tower Bersama Infrastructure Tbk dengan nilai wajar sebesar Rp5,34 triliun. Inipun mengalami penurunan nilai sebesar hampir 50% atau 43,96%. Sama saja penyebabnya. Ini bisnis rente yang tidak diantisipasi akan terjadinya perubahan tekhnologi dari 3G ke 4G, yang hanya masalah waktu tower tidak lagi diperlukan. Samahalnya dengan unit bisnis dibidang agro   atau kelapa sawit,  yang juga drop sampai 20,73%. Penyebabnya karena harga sawit jatuh dan tidak diantisipasi dengan pembangunan downstream secara luas. Memang ada kenaikan pada portfolio tambang emas PT Merdeka Copper Gold Tbk senilai naik 87,07%. Namun itu karena aksi beli dilakukan saratoga dipasar untuk meningkatkan saham dari 18,94% menjadi 20,76%. Nilainya kecil. Bila tidak ada ekspansi tahun ini, maka itupun akan drop.

Sebagian besar portfolio Saratoga memang pada bisnis rente. Bukan bisnis yang membangun value berkat tekhnologi dan penguasaan pasar. Solusi hanya satu yaitu restruktur portfolio agar lebih besar ke sektor non rente atau tradeble. Kalau tidak hanya masalah waktu akan mati dengan sendirinya, sebagaimana hal nya dengan yang lain. Mungkin karena dorongan dari ultimate owner, maka Sandi terodorong maju sebagai cawapres. Dengan harapan kalau dia menang maka kebijakan pemerintah tetap berpihak kepada bisnis rente. Ya status quo. Tetapi perkiraan dan rencana matang yang dibuat, tidak seperti harapanya. Diapun harus menerima kenyataan kalah. Kini setelah itu, tanpa adanya perubahan, saratoga akan mengalami nasip sama dengan bisnis konglomerat lainnya yang meredup karena perubahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Yield dan trust ?

  Dalam dunia investasi pada surat utang dikenal dengan istilah Kupon   dan Yield atau imbal hasil.   Kupon itu bunga tetap. Biasanya dibaya...