Minggu, 27 Mei 2018

TNI ?

Megawati yang didukung oleh PDIP bisa dijatuhkan SBY lewat Pemilu langsung 2004. Padahal sebelumnya PDIP adalah partai pemenang Pemilu pada Pemilu paksa kajtuhan Soeharto. Sementara SBY bukanlah politisi tetapi Jendral profesional yang diusung oleh Partai Demokrat yang ber seumur jagung. Tetapi kita jangan melihat SBY dan PD tetapi kita harus melihat TNI dalam konteks Politik di era Reformasi. Walau TNI sudah dipasung oleh UU di era Reformasi namun eksistensi kekuatan Politik TNI tetap menentukan. Mengapa ? karena TNI punya basis kekuatan sampai ke desa dan kecamatan melalui Babinsa dan Koramil. Juga dokrin bela negara yang masih diajarkan di kampus TNI dan Akademi militer belum menghapus pemahaman perwira TNI tentang strategi Politik. Artinya ruh TNI sebagai mesin politik tetap eksis walau jasadnya telah terkubur selama era reformasi.

Apa strategi Politik TNI? menjaga kepentingan nasional dan mengawal paham nasionalisme. Jadi platform politik TNI adalah NKRI, Pancasila dan UUD 45. Namun langkah taktis TNI dari dulu untuk menguasai medan politik adalah menggunakan massa Islam. Ini tidak akan disikapi dengan curiga oleh massa islam. Mengapa ? karena TNI sangat piawai memanfaatkan momentum menguasai massa Islam. Terutama ketika negara dalam keadaan krisis politik secara emosional maka selalu politisasi umat islam tampil digaris depan untuk menguasai keadaan. Saat itulah TNI hadir menjadi pengembala dan menarik keuntungan dari situasi itu. Ini dibuktikan ketika jatuhnya Soekarno dan mengganyang PKI.

Menjelang kejatuhan Orba, pernah Soeharto memanfaatkan barisan nasional islam dibawah pimpinan Gus Dur untuk membentuk kabinet namun dengan cepat dipatahkan oleh Golkar. Mengapa ? karena Golkar yang didirikan oleh TNI yang tahu percis bahwa Soeharto ingin menyelamatkan diri dari situasi melalui cara merangkul kekuatan Islam. Dan politisi Golkar serentak mundur dari kabinet sebagai ujud penolakan terhadap rencana Soeharto itu dan akhirnya Orba jatuh. Ketika Pemilu 1999 PDIP berhasil memenangkan Pemilu, kembali TNI menggunakan barisan Islam atau poros tengah untuk menjegal Megawati sebagai Presiden dan mendudukan Gus Dur sebagai Presiden.

Berikutnya ketika Gus Dur tidak bisa mengikuti arah Golkar ( =TNI), maka Gus Dur pun dijatuhkan oleh kekuatan poros tengah di DPR. Dan Megawati naik sebagai presiden yang dua tahun kemudian di jatuhkan lewat Pemilu oleh SBY yang berasal dari TNI. SBY tampil di panggung politik nasional dengan berhasil menggandeng koalisi Partai Islam dan bertahan selama dua periode. Setelah SBY berakhir masa jabatannya dan digantikan oleh Jokowi dari PDIP maka kita lihat ada pihak yang berusaha menciptakan situasi bangkitnya emosi umat islam dalam politik. Kalau benar SBY membentuk koalisi bersama Gerindra yang keduanya dipimpin purnawirawan TNI untuk melahirkan pemimpin baru selain Jokowi maka kita tahu bahwa mereka berdua sedang memainkan kartu kekuatan umat islam untuk mengulang sukses sebelumnya. Lihatlah siapa koalisinya. Semua adalah partai berbasis Islam.


Saya yakin Megawati sudah kenyang makan asam garam dalam perpolitikan nasional. Karenanya keberadaan Gerindra dan PD tidak dihadapi frontal tetapi mencoba merangkul secara diam diam dengan terus membuka komunikasi politik dengan mereka sambil menarik kekuatan TNI tetap sesuai semangat UU TNI. Upaya menggolkan UU Anti terorisme adalah cara smart pemerintah agar TNI tetap berada dibarisan pemerintah dan netral. Apabila UU terorisme di syahkan maka itulah dasar hukum bagi pemerintah untuk memotong kaki kekuatan politik TNI yang dilakukan oleh para purnawirawan yang masih mendambakan kekuasaan seperti era ORBA. Hanya itu langkah persuai bagi PDIP dan Jokowi untuk menjadikan TNI sebagai putra dari ibu pertiwi dan mengabdi kepada NKRI tanpa syarat…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Mengapa negara gagal ?

  Dalam buku   Why Nations Fail  , Acemoglu dan Robinson berpendapat bahwa pembangunan ekonomi dan kemakmuran atau kemiskinan suatu negara d...