Minggu, 06 Agustus 2017

Berpacu dengan Waktu.?

Laju pertumbuhan penduduk Indonesia 1,49 persen setiap tahun. Artinya jumlah penduduk bertambah setiap tahun sebanyak 4,5 juta. Itu sama dengan satu negara Singapura. Jadi, kalau 10 tahun, ya 10 negara Singapura. Terlambat saja pemerintah meng-eskalasi pembangunan maka penambahan jumlah penduduk ini akan menjadi ancaman serius. Dalam banyak pembangunan di negara berkembang mengalami kegagalan karena pemerintah terlambat mengeskalasi pertumbuhan ekonomi. Atau kalah cepat dengan pertumbuhan penduduk. Peningkatan jumlah penduduk yang tidak diiringi dengan peningkatan kapasitas sarana umum maka pertumbuhan penduduk itu akan menghancurkan pembangunan yang sudah ada.

Mau contoh ? Pada awal jalan toll jakarta -Bandung di bangun tahun 2003 , waktu tempuh hanya 1,5 jam. Tapi sekarang waktu tempuh bisa 2,5 jam. Bahkan kalau hari libur bisa mencapai 6 jam. Mengapa ? Jalan tetap itu itu juga tapi jumlah penduduk terus bertambah. Kalau kemacetan ruas jalan toll Jakarta Bandung itu di hitung sumber daya yang hilang , seperti bahan bakar maka mungkin nilainya sudah bisa membangun 3 ruas jalan toll jakarta bandung. Itu baru bahan bakar. Belum lagi biaya perawatan jalan toll yang terus meningkat karena arus kendaraan yang padat. Contoh lain adalah Jakarta. Ada jutaan kendaraan yang terjebak macet setiap hari. Teman saya sebagai konsultan bisnis pernah berkata kepada saya bahwa pemborosan bahan bakar akibat kemacetan jakarta dalam setahun bisa membangun MRT seperti Singapore.

Benarkah ? Bank Dunia (2012) mempublikasikan Logistic Performance Index yang menempatkan kinerja sektor logistik Indonesia pada urutan 59 dari 155 negara. Posisi yang jauh di bawah dibandingkan dengan negara tetangga, seperti Singapura, Malaysia, Thailand, Vietnam, maupun Filipina yang memiliki kondisi geografis relatif sama dengan wialayah nusantara. Pemborosan akibat tidak tersedianya sarana umum itu mencapai 20-25% dari PDB. Jika dihitung dengan PDB tahun 2010 sebesar Rp 2.310,7 triliun maka nilainya sekitar Rp 500 triliun setahun.,Kalaulah pemborosan itu dipakai untuk membangun jalan , pelabuhan, bandara maka kita sudah lama punya jalan toll trans sumatera, kalimantan, papua, sulawesi dan pelabuhan berkelas dunia.

Ketika Jokowi terpilih sebagai presiden, ancaman pertumbuhan penduduk ini disadarinya betul. Tidak ada yang bisa dilakukan kecuali memacu pembangunan sarana umum. Ya kalau berkali kali Jokowi bilang “ Kita berpacu dengan waktu “ maka itu bukan hanya sekedar retorika. Tapi benar benar ancaman nyata di hadapan kita. Bila sehari saja terlambat mengambil keputusan untuk mengeksekusi pembangunan sarana umum maka dampaknya sangat luas dalam skala nasional. Ada jutaan bayi lahir setiap tahun yang harus di sediakan sarana dan prasarana, sementara penduduk yang telah ada masih jauh dari ketersedian layanan pemerintah menyediakan sarana umum. Jadi benar benar to be or not to be.

Bila pembangunan sarana umun di kebut setiap hari dengan anggaran yang setiap tahun terus menigkat, bukanlah untuk program pencitraan tapi tak lain menebus kesalahan pemerintahan sebelumnya yang selalu lambat mengambil keputusan yang berdampak pemborosan terhadap sumber daya yang ada. Kini di era Jokowi, yang mangkrak di era pemerintahan sebelumnya di selesaikan, yang masih rencana di eksekusi, yang belum ada, di created dan diperluas. Singkatnya tiada hari tanpa kerja, dan tentu goncangan politik terjadi hebat karena membangunkan orang lagi asyik tidur yang ingin terus bermimpi. Tapi the show must go on.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Mengapa negara gagal ?

  Dalam buku   Why Nations Fail  , Acemoglu dan Robinson berpendapat bahwa pembangunan ekonomi dan kemakmuran atau kemiskinan suatu negara d...