Jumat, 30 Juni 2017

Kekuatan memberi...

Empat Tahun lalu.

Sorang anak kecil datang menghampiri saya dan menawarkan payung untuk saya bisa menerobos hujan keluar dari stasiun BusWay. Saya tersenyum menerima payung itu. Saya tahu anak itu  menawarkan jasanya untuk uang receh. DItengah hujan lebat, anak itu berjalan dibelakang saya. Saya memperhatikan anak itu bayah kuyup. Ada rasa kemanusiaan untuk menariknya dekat dengan saya agar terlindung dari hujan. Anak itu berusaha menolak namun saya merangkul pundaknya. Dia bersedekat dengan saya. Saya bertanya kepada anak itu.

“ Kamu sekolah ?

“ Ya pak. “

“Kelas berapa ?

“ Kelas 5 SD”

Saya perhatikan postur tubuhnya tidak seperti anak kelas 5 SD. Pustur tubuhnya sepeti anak kelas 2 SD karena kurus dan kecil.  

“ Ada berapa orang kamu bersaudara, nak ?

‘ Saya hanya sendiri”

“ Oh kamu anak tunggal ?

“ Engga tahu , pak. Sedari kecil saya tidak tahu siapa ayah ibu saya.”

‘ Jadi kamu tinggal dimana ?

“ DIbawah kolong itu “ katanya sambil menujuk arah jembatan layang.

“ Siapa yang masukin kamu sekolah?

“ Ada kakak kakak yang antar saya masuk sekolah”

“ Siapa yang bayar uang sekolah kamu?

“ Sekolah engga bayar,pak. Gratis “

“ Beli buku , gimana ?

“ Ada kakak kakak yang sering datang ketempat saya tinggal bawain buku.

“ Sekolah kamu jauh dari tempat tinggal kamu ?

“ Jauh pak, Di jelambar.

“ Naik apa ke sekolah ?

“ Jalan kaki pak.

‘ Terus makan kamu gimana ?

“ Saya ngamen , cari botol plastic. “

Pembicaraan itu terhenti ketika saya sampai didepan Citraland Mall. Saya memberi uang kepada anak kecil atas jasanya meminjankan payung. Anak itu menyalami saya sambil mencium tangan saya. Dia tersenyum senang ketika pergi menjauh dari saya.

Masalah saya selesai. Saya tak perlu kawatir lagi karena saya sudah berada ditempat tujuan saya. Namun saya masih kawatir dengan putri saya. Setiap sebentar saya telp istri saya untuk mengetahui keadaan putri saya. Seusai rapat dengan relasi, jam 9 malam , saya masih terkurung oleh hujan. Taksi ditunggu tidak kunjung datang. Jam bergerak lambat , apalagi jam 10 malam, istri saya mengabarkan bahwa putri saya belum sampai dirumah. Saya diliputi paranoia tentang keselamatan putrid saya. Jam 11.30 malam, barulah saya dapat kabar dari istri bahwa putri saya selamat sampai dirumah. Karena menanti taksi di Hotel sangat sulit maka saya putuskan untuk keluar dari hotel dan menunggu taksi dipinggir jalan.

Hujan turun rintik rintik, dan saya bertahan dipinggir jalan untuk mendapatkan taksi yang kosong. Pada saat itulah mata saya melihat kearah bawah kolong jembatan layang. Ada seorang wanita sedang bersama sama anak anak kecil. Wanita itu kalau dilihat dari penampilannya dia bukanlah wanita tunawisma. Dia dikelilingi oleh anak anak jalanan. Rasa ingin tahu saya mendesak saya untuk mendatanginya. Salah satu anak yang ada disekitar wanita itu ada yang mengenal saya.  Anak itu tersenyum mendekati saya. “ Itu kakak “ katanya menunjuk kearah wanita itu.

“ Tadi Uli, cerita kesaya bahwa dia bertemu dengan orang yang kasih uang banyak” kata wanita itu tersenyum. “ Ternyata bapak ya “ sambungnya.

“ Saya kasih dia Rp. 50 ribu. “

“ Itu besar sekali bagi mereka pak “

“ Jadi yang dimaksud anak itu kakak, adalah kamu ya. Kamu siapa ?

“ Saya hanya hamba Allah yang tergerak membantu mereka belajar dan meng advokasi mereka mendapatkan hak pendidikan gratis dari pemerintah“

“ Tapi kenapa malam malam begini ?

“ Hanya malam seperti inilah saya bisa mengajar mereka. Karena sampai jam 10 malam mereka harus bekerja mengais rezeki dibelantara kota. “

“Kamu hanya sendiri”

“ Ya, tapi biasanya sama teman. Tapi karena hujan mungkin mereka berhalangan datang”

“ Pekerjaan kamu apa ?

“ Saya masiswa pak..”

‘ Kamu tidak takut dilingkungan seperti ini, apalagi malam hari ?

“ Tidak pak. Saya yakin Allah bersama saya. Saya datang dengan cinta untuk mereka. Mungkin saya tak mampu merubah kehidupan mereka sekarang tapi lewat pengetahuan yang saya berikan setidaknya mereka bisa berharap untuk hari esok yang lebih baik. “

“ Wah hebat kamu. Apalagi kegiatan kamu selain mendidik anak anak jalanan?

“ Saya sering menulis di facebook tentang spiritual dengan menyitir ayat atau firman Allah , ternyata kurang yang like. Padahal semua pesan dalam tulisan itu saya dapat dari firman Allah dan hadith Nabi. Tapi saya tidak menyerah. Ini dakwah kok."

" Coba kamu ubah cara penyampaian pikiran kamu tanpa perlu menyebut sumbernya dari firman Allah dan hadith. Mungkin akan lain hasilnya"

“ OH gitu. ?

" Pesan spiritual sosial adalah hubungan horizontal antara manusia dengan manusia. Ini bahasa universal , apalagi di sampaikan berdasarkan agama maka ia bukan hanya universal tapi semesta ,lintas waktu. Tentu di terima oleh semua orang.  Tapi kalau sudah bicara hubungan vertikal atau hubungan antara kita dengan Allah maka keadaannya lain. Bukan hanya dengan non muslim yang tidak akan dapat like tapi juga banyak dari kalangan islam juga tidak sependapat. Bahkan kalau kita mencoba membangun teori dengan pemikiran bebas terhadap firman Allah dan hadith maka orang islam akan cap kita islam leberal karena pemikiran kita tidak sesuai dengan ulama yang di imaninya. Kalau kita ladenin maka hubungan kemanusiaan kita dengan mereka akan rusak. 

“ Mengapa ? 

“ karena itu akan jadi ajang pertengkaran. Apapun bertengkar itu buruk.”

“ Memang aneh dalam beragama. Kalau bicara hubungan dengan Allah akan selalu saja menjadi medan perang dalil. Seakan kebebasan berpikir di haramkan. “ Katanya.

“ Ya. Padahal Allah sendiri dengan jelas mengatakan bahwa gunakan akalmu. “Sesungguhnya didalamnya terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang menggunakan aqlnya . Tidak sedikit Al Quran dalam ayat-ayatnya menganjurkan dan mendorong manusia supaya banyak berfikir dan mempergunakan akalnya. Banyak variasi kata dalam al Quran yang menggambarkan aktifitas berfikir, bukan hanya aql tetapi juga kata-kata seperti, Nadzara; melihat secara abstrak, dalam artian berfikir dan merenungkan, Tadabbara; merenungkan, Tafakkara; berfikir, Faqaha; mengerti, faham, Tadzkkara; mengingat, memperoleh peringatan, memperhatikan, Fahima; memahami, Selain itu juga terdapat alam al Quran sebutan-sebutan yang memberi sifat berfikir bagi seorang muslim yaitu : Ulul Albab ; orang berfikiran, Ulul Ilmi; orang yang berilmu, Ulun Nuha; orang bijaksana. Berkaitan dengan filsafat Islam, Integralitas wahyu dan Akal adalah sebuah keniscayaan, dimana posisi akal dapat berdampingan dengan wahyu yang transendental untuk ‘melihat’ kehadiran Tuhan dalam relitas kehidupan.” 

“ Lantas bagaimana bedanya hubungan antara konsep berpikir hubungan antar manusia dengan hubungan dengan Allah?  

“ Kalau kita berhubungan dengan manusia tanpa dasar Tauhid maka itu hanya akan jadi hubungan transaksional. Kita  berbuat baik karena berharap orang lain juga berbuat baik.  Kita inginkan damai agar orang lain juga tidak menyerang kita Tapi kalau harapan tidak bersua dengan kenyataan , kita pasti kecewa. Artinya ketika kita berbuat sesuatu  tidak ada kesan positip pada jiwa kecuali rasa kawatir kalau harapan tidak  bersua kenyataan. Dan bila benar buruk yang didapat , kita kecewa. Kalau baik yang di dapat , kita senang. Artinya dalam proses kehidupan kita sangat tergantung dengan situasi dan kondisi di masa depan. Hidup kita renta.”

“ Bagaimana dengan perbuatan yang di dasarkan kepada Tauhid ? 

“ Kita berbuat baik  tidak tergantung kepada manusia. Tidak berharap kepada manusia. Kita berbuat baik dan bergantung hanya karena Tuhan. Apa yang terjadi dengan jiwa kita ? Ketika kita berbuat,  jiwa kita merasa bahagia dan bila yang buruk yang terjadi kita sudah siap karena kita percaya bahwa setiap keimanan yang di dasarkan  niat baik serta perbuatan baik akan selalu di uji oleh Allah. Mengapa ? agar kita semakin matang secara kejiwaan. Jadi baik dan buruk yang kita dapat dari perbuatan baik kita , selalu baik untuk perkembangan jiwa kita. Kita sehat lahir dan batin karena situasi dan kondisi yang ada. Kini atau besok sama saja. Indah kan.”

“ Luar biasa. Lantas  kalau benar bahwa cara berpikir berdasarkan Tauhid itu menentramkan, lantas bagaimana caranya? Bukankah banyak orang beragama tapi justru spiritual sosialnya miskin sekali. “

“ Kembali lagi persepsi kita tentag Allah harus di perbaiki dulu.  Persepsi tentang agama itu juga harus di perbaiki.  Kalau kita anggap cara berhubungan dengan Allah itu rumit maka agama akan menjadi cara yang rumit di laksanakan sehingga tidak semua orang bisa memahaminya. Ini salah. Allah itu tidak rumit didekati. Agama bukan hal yang sulit di laksanakan dan dipahami. Yang rumit adalah cara umatnya yang berpikir ekslusif karena akalnya dipenjara. Kita harus melaksanakan ritual yang diajarkan oleh Agama. Ritual ini keliatannya seperti sulit dipahami oleh akal. Tapi mudah di pahami. Mengapa ? Karena kita tinggal di dunia dan terikat dengan aksi dan reaksi. Hubungan kita dengan Tuhan yang transendental  itu tidak akan menyatu tanpa ritual seperti  contoh dalam islam melaksanakan syahadat ,  sholat , puasa, zakat dan haji. Kalau kegiatan ritual ini kita lakukan secara rutin dengan disiplin tinggi maka secara kejiwaan akan melekat menjadi kekuatan bawah sadar terhadap realita yang ada. Tapi kalau kita tidak melakukan ritual maka informasi tentang Tuhan hanya akan berputar putar di dalam pikiran kita tanpa bisa menjadi sebuah keyakinan. “

“ Mengapa ? 

“ Karena memahami Tauhid tidak bisa hanya di selesaikan dengan akal tapi juga harus melalu prosesi ritual. Bahwa melaksanakan ritual dalam agama adalah hubungan antara kita dengan Allah. Hanya Allah yang berhak menilai dan kalau kita lalai maka hanya Allah yang berhak mengampuninya. Apabila ritual kita baik maka secara ke jiwaan kita kuat. Hubungan dengan manusia di sikapi sebagai cara kita beribadah kepada Allah tanpa berharap kepada manusia kecuali kepada Allah semata. Tapi kalau persepsi kita secara ritual salah maka hubungan dengan manusia menjadi transaksional ,tak ada bedanya dengan orang yang tak ber-Tauhid. Kita melaksanakan ritual karena berharap sorga dari Allah. Kita berdoa agar dapat berkah dari Allah. Dan ketika doa tidak bersua dengan harapan maka keberadaan Allah di pertanyakan. Keadilan Allah di ragukan. Secara ke jiwaan, agama tidak membuat kita kuat malah renta , baik secara realita maupun secara kejiwaan. KIta akan mudah marah dan mengeluh suka marah. Kecewa bila orang tidak seperti yang kita suka. Mudah berprasangka  buruk. Saya terus berjuang memperbaiki konsepsi berpikir secara Tauhid untuk meninggikan kalimah Allah melalui hubungan dengan sesama manusia yang menentramkan bagi siapa saja. Ingat bahwa perbuatan dosa kepada orang lain tidak akan di ampuni Allah bila tidak mendapatkan maaf dari orang yang anda zolimi walau ia bukan seiman dengan kita.”

" Terimakasih Pak Akan selalu saya ingat. Berarti saya harus lebih banyak membaca dan belajar soal sosial, psiko sosial, budaya dan ekonomi. Dengan demikian saya bisa menempatkan pemahaman agama secara bijak dalam setiap penomena yang terjadi berkaitan dengan sosial, budaya, dan ekonomi. Tentu narasi saya akan lintas budaya, agama dan sosial" 

" Tepat sekali, maka misi dakwah tercapai. Mengingatkan kepada yang lupa, melunakan hati orang yang keras hati, dengan cara cara terpelajar tanpa terkesan menggurui. Soal hidayah itu urusan Tuhan. Tugas kita hanya menyampaikan apa yang baik menurut Tuhan dan jalan apa yang harus ditempuh sesuai jalan Tuhan. Itu aja." 

Seberapa paham saya tentang agama namun saya tetap merasa kecil dihadapan wanita itu. Wanita muslimah berhijab dengan wajah bercahaya akan keikhlasan. Tak takut dengan segala resiko seperti seramnya cerita kehidupan tunawisma.  Dia bukan pimpinan LSM, bukan pula aktifis berkelas nasional yang pandai bicara di forum seminar tentang pembelaan orang miskin. Ketika sebagian anak muda menghabiskan waktu luangnya bersama notebook dan blackberry, dia , juga bersama sama temannya mewakafkan waktu luangnya untuk menebarkan cinta kepada mereka yang lemah dan terlupakan oleh kepongahan penguasa.

Sebulan lalu.

Seseorang menegur saya ketika di Mall. Dia menyebut nama panggilan saya di facebook. Maka tahulah saya bahwa wanita ini adalah teman saya di facebook. “ Sejak kali pertama bertemu empat tahun lalu, saya ingin bertemu lagi dengan bapak tapi saya tidak tahu bagaimana menghubungi bapak. Suatu saat teman share tulisan seseorang. Tulisan itu mengingatkan pertemuan saya dengan bapak. Saya perhatikan profile seseorang itu, ternyata seorang bapak yang pernah bertemu dengan saya. Sejak itu saya suka tulisan bapak di Facebook. Masih ingat saya kah ?
“ Terimakasih. Tapi saya lupa? Apakah kita pernah bertemu sebelumnya ?
“ Ingat engga empat tahun lalu, kita bertemu di bawah jembatan layang grogol ?
Saya agak lama mencoba mengingat “ Ah ya kamu mahasiswi yang jadi volantir membantu anak jalanan belajar” 
“ Ya betul.”
“ Gimana kabarnya. Kenapa engga inbox saya ?“
“ Kabar baik. Saya sungkan inbox bapak. Apalagi kalau ingat nasehat bapak agar saya memperkaya pengetahuan agar dapat menyampaikan narasi spiritual untuk bisa diterima oleh siapapun. Saya berusaha mencoba tapi selalu gagal. Tapi lewat tulisan bapak saya semakin merasa punya ayah yang terus mendidik saya cerdas beragama”
‘ Sudah selesai kuliahnya ?
“ Sudah dua tahun lalu.”
“ Kerja apa sekarang ?
“ Saya bekerja di UNHCR Hong Kong. “
“ Wah hebat kamu ?
“ Alhamdulilah. Saya niatkan dalam hati dan saya kuat pikiran saya untuk memberi kepada siapa saja sebisa saya. Berkar komunikasi dengan teman teman blogger , saya dapat akses untuk ikut dalam kegiatan kemanusiaan, bukan hanya di Indonesia tapi juga di luar negeri. Dari sanalah saya mengenal banyak orang dari segala bangsa, dan lintas agama. Setamat kuliah, dapat beasiswa ke Inggeris, dan kemudian bekerja di UNHCR. Itu juga berkat rekomendasi dari teman teman yang telah lebih dulu bergiat sebagai volantir. “
“ Sudah menikah ?
“ Insya Allah tahun ini menikah. “
“ Dapat orang mana?
“ Francis.”
“ Tentu dia orang hebat?
“ Biasa saja. Dia muslim yang taat. Itu saja yang penting dan juga seorang dokter bedah”
“ Ternyata kalian memang dipertemukan. Sama sama suka tugas kemanusiaan. Orang baik akan bertemu orang baik dan tentu nasip baik senantiasa menghampir kalian. “
“ Amin Ya Allah. “
“ Tidak ada orang yang tidak berguna bagi orang lain selagi dia mau meringankan beban orang lain, memaafkan orang lain, dan mendoakan kebaikan orang lain. Bukan berapa banyak yang kita beri tapi seberapa besar cinta yang kita beri. Dan kamu telah melakukan dakwah nyata, bukan hanya lewat kata kata tapi perbuatan untuk cinta. Kamu lebih hebat dari saya."

***


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Mengapa negara gagal ?

  Dalam buku   Why Nations Fail  , Acemoglu dan Robinson berpendapat bahwa pembangunan ekonomi dan kemakmuran atau kemiskinan suatu negara d...