Minggu, 05 Februari 2017

Memburu harta (29)


Madam Lyan menyambut di depan lift saat aku sampai di lantai restoran. Madam Lyan menyalamiku sambil tersenyum ramah. Madam lalu membawaku ke pinggir kolam renang. Dari kejauhan nampak beberapa pria mengawasi kami. Menurut Boy, Madam Lyan selalu dilindungi oleh SS kalau dia pergi ke luar negeri. Ini standar keamanan bagi mereka yang masuk kualifikasi A di jajaran kekuasaan Amerika.
“Saya dengar dari Boy, Anda sangat ahli menggunakan sistem komputer,” kata Madam Lyan mengawali pembicaraan.
“Teman di Beijing yang mengajari saya. Tidak begitu ahli. Hanya saja, memang dari sejak dulu saya menyukai dunia komputer.”
“Oh, ya?”
“Ya.”
Madam Lyan berdiri, melangkah ke sudut kolam renang yang di sampingnya terdapat rimbunan bunga mawar. Aku mengikuti.
“Menyusup ke dalam bank members mereka adalah cara terbaik memukul mereka,” kata Madam Lyan setengah berbisik.
“Maksud Anda?”
“Mereka mempunyai sistem, Computer Interface yang terhubung dengan Fed system. Mereka dapat memblokir setiap access. Terkecuali access dari dalam anggota group sendiri.”
“Dan mereka tidak akan pernah tahu keberadaan kita,” kataku tersenyum.
“Ya. Pukulan ini hanya akan menjadi misteri.”
Aku baru menyadari betapa penting misi penyusupan ke dalam back office bank yang akan kulakukan. Tak lain demi menjaga keamanan dan kerahasiaan semua pihak yang terlibat. Mereka terlalu kuat untuk dilawan secara terbuka. Sebagaimana pengalamanku bersama Naga Kuning di Hong Kong. Juga sebuah rekayasa, agar sistem ini dilawan dengan sistem mereka sendiri, dengan memanfaatkan acces code, yang sangat vital bagi peguasaan decade asset oleh mereka selama ini. 
“Awalnya saya berpikir bahwa apabila kode decade asset ini berhasil dibuka, maka kekuatan group Fidelity akan terancam. Naga Kuning akan menuntut mereka di pengadilan internasional. Bisa saja Naga Kuning memenangkan kasus itu, tapi Fed system masih akan tetap dikuasai Group Fidelity. Apa arti decade asset itu tanpa sistem?  Dia hanya akan jadi sebuah catatan sejarah. Bagaimana pula jika terjadi konspirasi antara group Fideliy dan Naga Kuning?”
Aku terkejut mendengar penuturan Madam Lyan barusan. Melihat sikap dan keteguhan team Naga Kuning, hampir dipastikan, mereka tidak mungkin mau berkolaborasi dengan Group Fidelity. Pikirku.
“Semua kemungkinan bisa terjadi bila sudah berhubungan dengan kekuasaan dan uang,” lanjut Madam Lyan. Seolah membaca dengan baik apa yang terpikirkan olehku.
“Kemungkinan?”
“Ya. Minggu lalu, Naga Kuning mau untuk mengalah dengan imbalan kompensasi. Mereka tidak peduli lagi dengan aset itu,” kata Madam Lyan tenang. Tatapan matanya jatuh ke tengah kolam renang. Cahaya lampu berpendar dari dasar lantai kolam yang berwarna hijau. Keningku berkerut, seakan tak percaya dengan apa yang Madam Lyan katakan. Aku terduduk pada sebuah bangku taman yang tertata apik di sekitar kolam. Pandanganku kosong!
“Semudah itukah?”
“Ya. Tapi masih ada kemungkinan lain. Dan semua kemungkinan itu sangat tergantung dari pilihanmu sebagai pemegang acces code,” Madam Lyan menatapku sekilas, yang masih tak percaya atas sikap Naga Kuning.
“Besok Anda akan melakukan tugas yang sangat menentukan. Saya tidak ingin mendikte apa yang harus Anda lakukan setelah mendapatkan access ke decade asset dalam Fed system.  Semuanya ada di tangan Anda. Tapi yang harus Anda ketahui, bahwa setiap hal yang salah hanya akan membawa kita menuju tempat yang salah. Begitu pula sebaliknya. Cara yang benar, akan membawa kita ke tempat yang lebih baik. Semoga Tuhan memberkati Anda.”
Madam Lyan lalu menuntunku kembali ke dalam restoran untuk makan malam. Selesai  makan malam, aku keluar dari restoran melewati sebuah koridor, menuju lift. Dua pengawal Madam Lyan mendampingiku sampai di dalam lift. Di bawah, rupanya Boy sudah menanti. 
“Makam malam yang menyenangkan, ya?” sambut Boy dengan tersenyum. Aku membalas senyumnya dan mengangguk. Lalu, kami berjalan menuju ruang parkir, masuk ke sebuah mobil Audi. Melaju keluar dari gedung hotel menuju jalan raya. Aku merasa ada sesuatu yang aneh dengan arah tujuan kendaraan ini. Karena tidak menuju ke hotel tapi justru ke arah Changi Airport.
“Boy, apa ada perubahan rencana?”
Boy hanya tersenyum sambil melirik kaca spion. “Mereka mengikuti kita. Sudah kuduga sejak awal. Kehadiran Madam memang tak bisa dirahasiakan,” jawab Boy dengan tenang. Kendaraan tetap melaju dengan kecepatan sedang menuju Changi Airport.
“Tidak usah kawatir, ini hanya masalah biasa. Kita sudah perhitungkan situasi ini jauh sebelumnya. Kamu tenang saja,” penjelasan Boy membuatku sedikit tenang. 
Namun, dari pengalaman terdahulu, aku sadar bahwa segala kemungkinan buruk bisa saja terjadi. Aku melirik ke belakang. Sebuah mobil Limusin Hyundai warna hitam terus menguntit di belakang kami. Jaraknya dibuat stabil, tidak begitu jauh walau ada beberapa kendaraan yang mendahuluinya. Boy mengeluarkan sesuatu dari balik jasnya. 
“Ini tiketmu untuk terbang ke Beijing. Departure jam 2 pagi,” kata Boy sambil menyerahkan tiket itu kepadaku.
“Tapi, bagaimana dengan rencana kita?”
“Tetap jalan,” kata Boy tegas.
“Lalu, kenapa aku harus ke Beijing?” aku mengerutkan kening, tidak paham dengan segala rencana yang sudah mereka susun. Boy tak menjawab dan tetap mengedalikan setirnya dengan tenang. 
“Sekarang kamu masuk boarding dengan tiket tujuan Beijing. Artinya masih ada waktu empat jam sebelum terbang. Setelah melewati immigration gate, teamku akan mengatur kamu keluar dari airport. Namamu akan tetap tercatat sebagai penumpang tujuan Beijing. Paham, kan?” jelas Boy. 
“Ya, paham!” jawabku. “Tapi bagaimana caraku keluar dari Bandara. Ini sistem no way return?” tanyaku lagi.
“Tidak usah khawatir. Semua sudah diatur dengan baik. Saat pihak imigrasi melihat namamu di komputer, dia akan tahu apa yang harus dilakukan. Paspor milikmu tidak akan dicap, tapi tetap didaftarkan sebagai orang yang keluar dari Singapore. Ikuti saja prosedur ini. Sulit menjelaskannya kepadamu. Operasi ini terlalu rumit dan tak mudah dijelaskan pada orang biasa sepertimu.”
Kendaraan memasuki kawasan Bandara. Boy memarkir kendaraannya dan keluar bersamaku menuju hall pemberangkatan. Aku melirik ke belakang, kendaraan yang tadi mengikuti, parkir tidak jauh dari kendaraan Boy. Ada rasa cemas, namun sedikit terhibur saat melihat wajah Boy yang begitu tenang.  Kemudian aku tersenyum kepada Boy.
“Tenang saja. Anggap saja kamu benar-benar akan keluar dari Singapore,” bisik Boy ketika Aku melangkah masuk melewati immigration gate. 
Kebetulan tidak banyak penumpang yang antri, sehingga proses melewati pintu imigrasi itu pun berlangsung cepat. Petugas imigrasi itu seorang pria muda. Melirikku sekilas dan melihat dengan seksama di komputernya. Pria itu melirik Boy sambil tersenyum, lalu menyerahkan paspor ku yang tidak dicap sama sekali. Aku pun merasa lega setelah melewati pintu imigrasi. 
Namun selanjutnya aku tidak tahu kemana harus pergi. Boy tidak memberi tahu siapa yang akan mengaturku keluar dari wilayah boarding ini. Namun aku ingat pesan Boy agar berlaku seperti seseorang yang benar-benar akan keluar dari Singapore.
Seorang pria berpakaian cleaning service datang dari depan dan menghampiriku. Pria itu mengangguk, memintaku mengikutinya. Pria itu menuju pintu yang bertuliskan ‘Staff  Only’. Aku masuk mengikutinya. 
Di dalam ruangan, pria itu dengan sigap melepas seragam clearning service-nya berganti dengan seragam petugas Bandara. Selanjutnya mengalungkan tanda pengenal di lehernya. 
“Nah, sekarang silahkan Anda mengenakan pakaian saya ini,” kata pria itu sembari memberi seragam cleaning service kepadaku. Tanpa berkomentar, aku mengikuti perintahnya.
“Bapak juga pakai kumis dan ramput palsu ini. Biar saya bantu memasangnya,” lanjutnya. Dengan sigap aku mengikuti semua arahan pria bertubuh atletis itu.
Aku menatap cermin yang terpasang di dalam ruangan. Aku terkejut melihat penampakan dalam cermin itu. Hampir saja tidak mengenali diriku sendiri di dalam cermin itu. Dalam hati aku berkata, tampan juga aku dengan kumis ini, haha.. 
“Penyamaran yang sangat sempurna. Kita akan keluar bersama-sama. Ikuti saya dari belakang. Saya akan berhenti tepat di pintu gerbang keluar khusus bagi petugas bandara. Sementara Anda terus saja keluar lewat gerbang itu. Nantinya Anda akan sampai di tempat parkir basement, ok?” kata pria itu. Aku mengangguk setuju. 
Kami keluar dari ruangan dan berjalan seolah tidak saling kenal. Pria itu berjalan agak jauh di depan, sementara aku mengikuti dari belakang. Setelah menuruni tangga dua lantai kami sampai di basement. Dari arah pintu keluar, sekilas terpancar lampu merkuri mobil menerobos masuk. Ternyata ruang basement ini hanya satu lantai dari tanah di atasnya. 
Aku melangkah ringan, berjalan mendaki ke arah pintu keluar. Pria tadi nampak tidak peduli walaupun aku sempat melintas di depannya, berjarak hanya sedepa darinya. Di luar pintu gerbang, dari arah sisi kananku, nampak sebuah mobil van berjalan lambat. Pintu terbuka ketika mobil berhenti tepat di sampingku. 
“Masuklah, Jak,” sambut Boy tersenyum. “Mudah, kan?” lanjut Boy menepuk bahuku.
“Kita mau kemana Boy?” tanyaku masih dalam kebingungan.
“Malam ini kamu tidur di hotel di daerah Orchard. Aku sudah siapkan semua. Kamu tinggal masuk. Tidak perlu check-in,” jawab Boy.
“Dan tetap gunakan seragam ini. Kumis dan rambut palsu itu juga jangan dilepas,” lanjut Boy menekankan. Aku turun dari mobil tepat di depan lobby dan langsung masuk ke dalam hotel. Sementara Boy terus jalan memutar, menuju tempat parkir.
“Aku akan ke kamar setelah parkir kendaraan. Ok?” Aku mengangguk.
Di kamar, kudapati tas milikku sudah ada di dalam. Benar bahwa Boy sudah persiapkan semuanya dengan baik. Tidak sampai lima belas menit, Boy sudah kembali.
“Kita akan satu kamar malam ini. Aku harus pastikan kamu selamat dan siap melakukan operasi besok pagi. Nah, sekarang tidurlah. Tidak ada lagi yang perlu dirisaukan. Mereka menduga kamu sudah terbang ke Beijing,” kata Boy sambil membaringkan tubuhnya dengan pakaian lengkap. Pistol FN miliknya, dia letakkan di atas meja kecil di samping tempat tidur. Aku berusaha memejamkan mata, namun sulit sekali untuk bisa terlelap. 
“Jak, kosongkan pikiran dan berdoalah,” kata Boy saat melihatku masih gelisah. Pikiranku masih tertuju pada operasi esok hari. Aku  masih tak percaya, besok pagi harus masuk ke sebuah private banking kelas dunia. Membawa misi yang tidak saja sulit, tapi juga berkaitan dengan sebuah sistem yang menyangkut masa depan semua orang di seluruh dunia.
Boy pernah cerita, bahwa kejahatan money laundry dan pelacuran adalah dua hal yang mirip. Aku terkejut mendengarnya. Bagaimana bisa Boy bicara tentang money laundry dan menyamakannya dengan kejahatan pelacuran? Boy lalu menjelaskan, bahwa dua hal tadi hidup dalam dunia yang non disclosed. Ada tapi tiada. Dibenci tapi diminati banyak konsumen. Dikejar oleh hukum tapi pejabat berwenangnya mendulang kemakmuran dari kedua sistem ini. 
Benar-benar hubungan simbiosis mutualisme dari sebuah kejahatan yang sistematis. Atau lebih tepatnya, sebuah kejahatan yang mau tak mau harus dimaklumi secara sosial maupun budaya.
Presiden, para menteri dan segudang pejabat negara ditempatkan sebagai undertaker  dari sistem ini. Mereka hanya bertugas menghadapi dan meredam rakyat yang marah karena hak keadilan sosial mereka semakin jauh dari jangkauan. Di luar itu, mereka bisa menikmati hidup mewah dari private fund. 
Ketika negara berkali-kali terkena krisis dan limbung karena beban difisit anggaran, maka siapa yang justru menjadi kaya dari kejatuhan ekonomi negara kapitalis itu? Lien pernah bilang, bahwa yang kaya itu adalah para private. 
Tapi, kalau memang uang bertumpuk di tangan private, negara kan bisa menarik pajak dari mereka? Bukankah teori ekonomi makro menjelaskan, bahwa uang bergerak dari negara ke rumah tangga  dan kembali ke negara dalam bentuk pajak. Tapi faktanya, mengapa teori ini tak jalan? Mengapa PDB tinggi dan rakyat tetap miskin? 
Awalnya, aku tidak paham ini. Tapi dari penjelasan Tomasi dan Boy, aku sedikit banyak mengerti penyebabnya. Bahwa sebuah negara di era liberalisasi dan globalisasi dewasa ini, kekuatannya sudah tersisihkan secara sistematis. Garis politik dan batas teritorial tak lagi bisa dijadikan ukuran kekuasaan membangun komunitas. Saat ini adalah era, di mana uang yang berkuasa. Siapa yang menguasai uang maka dialah penguasa dunia.
Aku teringat cerita Robert soal uang ini. Dimanapun Anda berada, Anda tidak perlu pegang uang dengan simbol Republik Indonesia. Anda cukup gunakan kartu berlogo Cirrus, Master Card, atau Visa, maka anda sudah punya akses untuk membeli apa saja. 
Cirrus, Alto, Master Card dan Visa adalah sebuah sistem yang melilit bumi dalam satu komunitas ring to ring dengan kasta Silver, Gold, Platinum, dan Premium.. 
Juga dengan memiliki discretion account  pada lembaga keuangan internasional, maka anda dapat dengan bebas menempatkan dana anda tanpa dikejar pajak, bebas membelanjakannya untuk apa saja dan menjualnya kembali dengan cepat, secepat anda membelanjakannya. 
Dan dengan cash digital retail  seperti credit card dan debit card, serta layanan private banking system yang mampu men-drive discretion fund,  maka dua hal ini telah menjadikan private fund sebagai penguasa dunia yang sesungguhnya.
Ketika bank kesulitan likuiditas, ketika negara kesulitan keuangan, private fund terus beraksi membelanjakan uangnya lewat bursa, obligasi maupun direct investment.  Tak peduli dengan kekacauan ekonomi di suatu negara, pengangguran, kemiskinan apalagi kelaparan. Mereka terus bergerak, beraksi, mengekseskusi, dan mendulang uang.
Anda tidak akan menemukan private fund di Bank! Demikian kata Boy. Tidak juga di securites company  atau asset management.  Tapi mereka ada dan bersembunyi di lembaga formal itu. 
Singkatnya, private fund tidak ada di dunia yang terang benderang dan formal. Sama seperti pelacuran. Anda tidak akan menemukannya di tempat formal, tapi dia ada dan bersembunyi di tempat itu. Mengakses pelacur atau private fund adalah mengakses dunia private yang sangat strictly confidential.  Hanya bisa dipahami dan dijamah oleh dunia underground.
Sebelumnya aku hanya tahu tentang fund resource, sumber dana, masih sebatas konsep konvensional. Aku hanya tahu bahwa sumber uang untuk usaha berasal dari tabungan, dari keluarga, teman, kredit bank, atau jual saham di bursa. Hanya itu. Tapi setelah mengalami transaksi ini dan masuk ke dalam arena bermain, aku disadarkan bahwa jumlah keseluruhan akses uang ke sumber konvensional itu hanyalah 10% dari total uang yang beredar seluruh di dunia.
Maka benar kata Lien yang tak pernah aku lupakan, bahwa orang kaya sejati adalah orang yang menguasai pengetahuan soal uang. Mengerti dunia remang-remang dan paham mengaksesnya secara sembunyi-sembunyi. Melewati multi layer  dengan dukungan para professional consultant. Semua itu dirangkai dalam sebuah sistem yang diciptakan Group fidelity. Kini aku sangat paham dan lebih smart menghadapi dunia yang serba brengsek ini. Benar kata orang bijak, Anda tidak kan bisa merubah apapun jika terus berada di luar. Tapi terlibatlah di dalamnya maka Anda akan temukan cara merubahnya seperti apa pun yang Anda mau.
Aku sudah berbulat hati. Aku tak lagi ragu melaksanakan operasi penuh bahaya ini. Sebagaimana prinsip hidupku, ‘dari pada hanya mengutuk kegelapan lebih baik menghidupkan lilin’. Dari pada hanya bisa marah dengan sistem yang brengsek ini, lebih baik terlibat di dalamnya untuk perubahan yang lebih baik. Aku berusaha untuk tidur namun mataku tetap saja enggan diajak terlelap.
“Jak,” terdengar suara Boy. “Tidurlah. Aku hanya ingin, besok kamu bangun dengan fisik yang segar.”
“Ya, Boy.”
“Minumlah yoghurt, itu akan membuatmu tertidur lelap. Besok pagi, aku akan membangunkanmu. Ok?”
“Ok.”
Aku beranjak dari tempat tidur untuk mengambil yoghurt di dalam kulkas sesuai saran Boy, tapi mendadak kuurungkan. Aku memilih untuk sholat Tahajud. Seusai sholat, rasa tenang dan nyaman merasuk dalam diriku. Tak ada lagi gelisah. Apapun yang akan terjadi besok, hanya Allah yang tahu. 
Kemudian aku berdoa, Wahai Dzat yang Maha membolak-balikan hati, tetapkan hatiku pada agama Mu.  Seketika rasa kantuk pun datang. Perlahan aku membaringkan tubuh dan tak lama kemudian, aku pun terlelap. Mempersiapkan diri sebelum menemui takdirku esok hari.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Mengapa negara gagal ?

  Dalam buku   Why Nations Fail  , Acemoglu dan Robinson berpendapat bahwa pembangunan ekonomi dan kemakmuran atau kemiskinan suatu negara d...